I.
Pendahuluan
Hutan mangrove merupakan komunitas
vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang
mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur.
Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang kaya dan menjadi salah satu
sumberdaya yang produktif.
Hutan mangrove sebagai salah satu
sumberdaya kelautan mempunyai peranan yang cukup panting. Secara ekologis
berbagai jenis hewan laut hidup di daerah mangrove.
Hutan-hutan bakau menyebar luas di bagian yang cukup panas di dunia, terutama
di sekeliling khatulistiwa di wilayah tropika dan sedikit
di subtropika.
Luas hutan bakau Indonesia antara 2,5 hingga 4,5
juta hektar, merupakan mangrove yang terluas di
dunia. Melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1,1 juta ha) dan Australia (0,97
ha) (Spalding dkk, 1997 dalam Noor dkk, 1999).
Manfaat hutan mangrove dan
elemen-elemennya baik secara langsung maupun tidak langsung mencakup berbagai
sektor. Secara fisik hutan mangrove dengan sistem perakarannya yang kokoh mampu
melindungi dan menjaga stbilitas pantai (Budiman dan Suhardjo, 1992).
Secara ekologis ekosistem mangrove
merupakan habitat alami, daerah pemijahan (spawning ground) serta daerah
mencari makan (feeding ground) bagi berbagai jenis biota laut seperti
ikan,krustacea dan gastropod dan biota darat seperti burung,reptil dan mamalia.
Mangrove menyediakan habitata bagi berbagai jenis biota laut yang bersifat
ekonomis dan bersifat kritis dalam daur hidup mereka. Ekosistem mangrove juga
dapat berfungsi sebagai tempat asuhan (nursery ground) pada beberapa kasus
(Tomlinson, 1994).
Selain itu mangrove sebagai suatu
sumberdaya juga sering dimanfaatkan sebagai bahan kontruksi bahan bangunan
pantai, bahan baku industri bahan bakar dan perikanan (Budiman dan Suhardjono,
1992).
II.
Definisi Mangrove
Kata
‘mangrove’ berasal bahasa Portugis mangue dan bahasa
Inggris grove . Dalam Bahasa Inggris, mangrove berarti komunitas
tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang surut dan individu-individu spesies
tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Dalam bahasa Portugis kata
’mangrove’ : individu spesies tumbuhan ; ’mangal’ komunitas tumbuhan tersebut.
Menurut
FAO, mangrove adalah individu jenis
tumbuhan maupun komunitas tumbuhan yang hidup di daerah pasang surut.
Snedaker
(1978) dalam Kusmana (2003), hutan mangrove merupakan kelompok jenis tumbuhan
yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis; memiliki fungsi
istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bersifat an-aerob.
Tomlinson (1986) mangrove adalah tanaman tropis dan komunitasnya yang tumbuh
pada daerah intertidal. Mangrove : ekosistem spesifik karena umumnya hanya
dijumpai pada pantai berombak kecil atau bahkan terlindung dari ombak, di
sepanjang delta dan estuarin yang dipengaruhi oleh masukan air dan lumpur dari
daratan.
Secara
ringkas, hutan mangrove adalah tipe
hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama pada pantai yang terlindung,
laguna, muara sungai) yang tergenang pasang dan bebas genangan pada saat surut
; bertoleransi terhadap garam.
Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang
terdiri atas organisme (hewan dan tumbuhan) yang berinteraksi dengan faktor
lingkungannya di dalam suatu habitat mangrove.
Beberapa
istilah yang digunakan untuk menyebut hutan mangrove; tidal forest,coastal
woodland, vloedbosschen, hutan payau dan hutan bakau. Penyebutan hutan
bakau, kurang sesuai untuk menggambarkan mangrove sebagai komunitas berbagai
tumbuhan yang berasosiasi dengan lingkungan mangrove. Di Indonesia, bakau digunakan untuk genus
Rhizopora. Sedangkan kenyataannya mangrove terdiri dari banyak genus dan
berbagai jenis, sehingga penyebutan hutan mangrove dengan istilah hutan bakau sebaiknya
dihindari.
III.
Vegetasi Mangrove
Vegetasi
(dari bahasa Inggris: vegetation)
dalam ekologi adalah istilah untuk
keseluruhan komunitas tetumbuhan. Vegetasi
merupakan bagian hidup yang tersusun dari tetumbuhan yang menempati suatu ekosistem. Beraneka tipe hutan, kebun, padang rumput, dan tundra merupakan contoh-contoh vegetasi.Analisis
vegetasi biasa dilakukan oleh ilmuwan ekologi untuk mempelajari kemelimpahan
jenis serta kerapatan tumbuh tumbuhan pada suatu tempat.(Wikipedia,30 Maret
2011)
Vegetasi
merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan biasanya terdiri dari beberapa jenis yang
hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama
tersebut terdapat interaksi yang erat baik diantara sesama individu penyusun
vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu
sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis.
Mangrove
merupakan suatu varietas komunitas pantai tropis yang didominasi oleh beberapa
pohon yang khas atau semak-semak yang mampu beradaptasi dengan perairan
asin.(Nybakken, 1988) Hutan mangrove sering juga disebut hutan bakau. Dinamakan
hutan bakau karena sebagian besar vegetasinya yang didominasi oleh jenis bakau
dan disebut hutan payau oleh karena hutannya yang tumbuh diatas tanah yang
selalu tergenang oleh air payau. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi
pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu
tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut pantai berlumpur (Bengen, 1999).
Mangrove
dapat tumbuh dan berkembang secara maksimum dalam kondisi dimana terjadi
penggenangan dan sirkulasi air permukaan yang menyebabkan pertukaran dan
pergantian sedimen secara terus menerus. Sirkulasi yang tetap (terus-menerus)
meningkatkan pasokan oksigen dan nutrient, untuk keperluan respirasi dan
produksi yang dilakukan oleh tumbuhan. Perairan dengan salinitas rendah akan
menghilangkan garam-garam dan bahan-bahan alkalin, mengingat air yang
mengandung garam dapat menetralisir keasaman tanah. Mangrove dapat tumbuh pada
berbagai macam substrat (sebagai contoh tanah berpasir, tanah lumpur, lempung,
tanah berbatu dan sebagainya). Mangrove tumbuh pada berbagai jenis substrat
yang bergantung pada proses pertukaran air untuk memelihara pertumbuhan
mangrove.(Dahuri, 1996)
Tomlinson, The Botany of
Mangrove (1986) membagi spesies mangrove ke dalam 3 komponen, yaitu:
1. Major component
(komponen utama)
Tumbuhan yang
membentuk spesialisasi morfologis seperti akar udara dan mekasime fisiologi khusus
lainnya untuk mengeluarkan garam agar dapat beradaptasi terhadap lingkungan
mangrove. Secara taksonomi kelompok tumbuhan ini berbeda dengan kelompok
tumbuhan darat. Kelompok ini hanya
terdapat di hutan mangrove dan membentuk tegakan murni, tidak pernah bergabung
dengan kelompok tumbuhan darat. Rhizopora
sp.,Ceriops sp., Avicennia sp., Bruguiera sp., Sonneratia sp.
2. Minor component
(komponen tambahan)
Komponen
tambahan : kelompok ini bukan merupakan bagian yang penting dari mangrove,
biasanya terdapat pada daerah tepi dan jarang sekali membentuk tegakan murni. Spinifex litoreus (gulung-gulung), Ipomea-pes caprae (ketang-ketang).
3. Asosiasi mangrove
Asosiasi mangrove : kelompok ini
tidak pernah tumbuh di dalam komunitas mangrove sejati dan biasanya hidup
bersama tumbuhan darat. Terminalia
cattapa (ketapang) dan Cerbera
manghas (bintaro)
Penyusun utama
TIPE VEGETASI MANGROVE
Secara
sederhana, mangrove umumnya tumbuh dalam empat zona, yaitu pada daerah terbuka,
daerah tengah, daerah yang memiliki sungai berair payau sampai hampir tawar, serta
daerah ke arah daratan yang memiliki air tawar.(Noor, dkk, 1999)
Mangrove terbuka
Mangrove
terbuka berada pada bagian yang berhadapan dengan laut. Samingan (1980)
menemukan bahwa di Karang Agung, Sumatra Selatan, di zona ini didominasi
oleh Soneratia alba yang tumbuh pada areal yang betul-betul dipengaruhi
oleh air laut.
Van Steenis
(1958) melaporkan bahwa S. alba dan A. alba merupakan jenis-jenis ko-dominan
pada areal pantai yang sangat tergenang ini. Komiyama, dkk (1988) menemukan
bahwa Halmahera, Maluku, di zona ini didominasi oleh S. alba. Komposisi floristik dari komunitas di zona terbuka sangat
bergantung pada substratnya. S. alba cenderung
untuk mendominasi daerah berpasir, sememtara Avicennia marina dan Rhizophora
mucronata cenderung untuk mendominasi daerah yang lebih berlumpur (Van
Steenis, 1958). Meskipun demikian, Sonneratia akan berasosiasi dengan Avicennia
jika tanah lumpurnya kaya akan bahan organik (Kantor Menteri Negara Lingkungan
Hidup, 1993).
Mangrove tengah
Untuk
mangrove tengah, di zona ini terletak di belakang mangrove terbuka. Di zona ini
biasanya didominasi oleh jenis Rhizophora. Namun, Samingan (1980)
menemukan di Karang Agung didominasi oleh Bruguiera cylindrica. Jenis-jenis penting lainnya yang ditemukan di
Karang Agung adalah B.
eriopetala, B. gymnorrhiza, Excoecaria agallocha, R.
mucronata, Xylocarpus granatum dan X. moluccensis.
Mangrove payau
Dilanjutkan
dengan mangrove payau, yaitu mangrove yang berada di sepanjang sungai berair
payau hingga hampir tawar. Di zona ini biasanya didominasi oleh
komunitas Nypa atau Sonneratia. Di Karang Agung, komunitas N.
fruticans terdapat pada jalur yang sempit di sepanjang sebagian besar sungai.
Di jalur-jalur tersebut sering kali ditemukan tegakan N. fruticans yang bersambung dengan vegetasi yang terdiri dari Cerbera sp, Gluta renghas, Stenochlaena
palustris dan Xylocarpus
granatum. Ke arah pantai, campuran komunitas Sonneratia – Nypa lebih sering
ditemukan. Di sebagian besar daerah lainnya, seperti di Pulau Kaget dan Pulau
Kembang di mulut Sungai Barito di Kalimantan Selatan atau di mulut Sungai
Singkil di Aceh, Sonneratia
caseolaris lebih dominan terutama di bagian estuari yang berair hampir
tawar (Giesen & Van Balen, 1991).
Mangrove daratan
Untuk yang
terakhir adalah mangrove daratan. Mangrove ini berada di zona perairan payau
atau hampir tawar di belakang jalur hijau mangrove yang sebenarnya. Jenis-jenis
yang umum ditemukan pada zona ini termasuk Ficus microcarpus (F. retusa), Instia bijug, N.
fruticans, Lumnitzera racemosa, Pandanus sp dan Xylocarpus moluccensis (Kantor
Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1993). Zona ini memiliki kekayaan jenis yang
lebih tinggi dibandingkan dengan zona lainnya.
Meskipun
kelihatannya terdapat zonasi dalam vegetasi mangrove, namun kenyataanya di
lapangan tidaklah sesederhana itu. Banyak formasi serta zona vegetasi yang
tumpang tindih dan bercampur serta sering kali struktur dan korelasi yang
nampak di suatu daerah tidak selalu dapat diaplikasikan di daerah lain.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VEGETASI
MANGROVE
Jenis-jenis tumbuhan hutan bakau ini bereaksi berbeda
terhadap variasi-variasi lingkungan fisik di atas, sehingga memunculkan
zona-zona vegetasi tertentu. Beberapa faktor lingkungan fisik tersebut
adalah:
Jenis tanah
Sebagai wilayah pengendapan, substrat di pesisir bisa
sangat berbeda. Yang paling umum adalah hutan bakau tumbuh di atas lumpur tanah liat bercampur dengan bahan organik. Akan tetapi di beberapa
tempat, bahan organik ini sedemikian banyak proporsinya; bahkan ada pula hutan
bakau yang tumbuh di atas tanah bergambut.
Substrat yang lain adalah lumpur dengan kandungan pasir yang tinggi, atau bahkan dominan pecahan karang, di
pantai-pantai yang berdekatan dengan terumbu karang.
Terpaan ombak
Bagian luar atau bagian depan hutan bakau yang berhadapan
dengan laut terbuka sering harus mengalami terpaan ombak yang keras dan aliran
air yang kuat. Tidak seperti bagian dalamnya yang lebih tenang.
Yang agak serupa adalah bagian-bagian hutan yang
berhadapan langsung dengan aliran air sungai, yakni yang terletak di tepi
sungai. Perbedaannya, salinitas di bagian ini tidak begitu tinggi, terutama di
bagian-bagian yang agak jauh dari muara. Hutan bakau juga merupakan salah satu
perisai alam yang menahan laju ombak besar.
Penggenangan oleh air
pasang
Bagian luar juga mengalami genangan air pasang yang
paling lama dibandingkan bagian yang lainnya; bahkan kadang-kadang terus
menerus terendam. Pada pihak lain, bagian-bagian di pedalaman hutan mungkin
hanya terendam air laut manakala terjadi pasang tertinggi sekali dua kali dalam
sebulan.
Menghadapi variasi-variasi kondisi lingkungan seperti
ini, secara alami terbentuk zonasi vegetasi mangrove; yang biasanya
berlapis-lapis mulai dari bagian terluar yang terpapar gelombang laut, hingga
ke pedalaman yang relatif kering.
Jenis-jenis bakau (Rhizophora spp.)
biasanya tumbuh di bagian terluar yang kerap digempur ombak. Bakau Rhizophora apiculata dan R.
mucronata tumbuh di atas
tanah lumpur. Sedangkan bakau R.
stylosa dan perepat (Sonneratia alba) tumbuh di atas pasir berlumpur.
Pada bagian laut yang lebih tenang hidup api-api hitam (Avicennia alba)
di zona terluar atau zona pionir ini.
Di bagian lebih ke dalam, yang masih tergenang pasang
tinggi, biasa ditemui campuran bakau R.
mucronata dengan jenis-jenis kendeka (Bruguiera spp.), kaboa (Aegiceras corniculata) dan
lain-lain. Sedangkan di dekat tepi sungai, yang lebih tawar airnya, biasa
ditemui nipah (Nypa fruticans), pidada (Sonneratia caseolaris)
dan bintaro (Cerberaspp.).
Pada bagian yang lebih kering di pedalaman hutan
didapatkan nirih (Xylocarpus spp.), teruntum (Lumnitzera
racemosa), dungun (Heritiera littoralis) dan kayu buta-buta(Excoecaria agallocha).
IV.
Stuktur dan Adaptasi Mangrove
Mangrove Terdiri dari 12 genera
tumbuhan berbunga (Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Xilocarpus,
Lumnitzera, Laguncularia, Aegiceras, Snaeda dan Conocarpus) yang termasuk dalam
8 famili yang berbeda (Nybakken, 1988).
Vegetasi Hutan Mangrove memiliki
keanekaragaman jenis yang tinggi, dengan jumlah jenis yang tercatat sebanyak
202 jenis yang terdiri dari 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44
jenis epifit dan 1 jenis sikas. Namun tidak semua jenis mangrove dapat
ditemukan pada ekosistem mangrove, paling tidak didalam hutan mangrove terdapat
salah satu jenis tumbuhan sejati yang dominan pada hutan mangrove, sepeti
famili Rhizophoraceae, Sonneratiaceae, Avicenniaceae, Meliaceae (Bengen, 1999).
Mangrove tertentu, seperti Rhizophora sp dan Bruguiera sp mempunyai daur hidup khusus yang diawali dari benih
yang ketika masih pada tumbuhan induk berkecambah dan mulai tumbuh dalam
semaian tanpa istirahat. Selama waktu tersebut, semaian memanjang dan
distribusi beratnya berubah menjadi lebih berat sehingga terlepas dari induknya
dan selanjutnya jatuh dan mengapung pada permukaan air, yang selanjtya terbawa
oleh arus ke perairan yang cukup dangkal dimana ujung akar dapat mencapai dasar
perairan untuk selanjutnya akar dipancangkan dan secara bertahap tumbuh menjadi
akar. Adapula propagul atau buah mangrove jenis Rhizophoraceae yang lepas dari
induk dan jatuk keperairan dan langsung menancap ke substrat yang kemudian
tumbuh akar yang selanjutnya menjadi pohon (Bengen, 1999).
Mangrove mempunyai sejumlah adaptasi
morfologis dan fisiologis khusus yang memungkinkan mereka dapat tumbuh di
wilayah yang berlumpur dan dipengaruhi oleh pasang surut yang relatif asin,
Anatara lain dengan daur hidup yang khas yaitu vivipari pada jenis
Rhizophoraceae, dimana fase perkecambahan terjadi dipohon induk sedangkan
Aegiceras dan Avicennia memiliki bentuk reproduksi yang disebut kriptovivipari,
dimana fase perkecambahan (germination) terjadi dipohon induk tetapi masih
tertutup oleh kulit buahnya (Hogart, 1999).
Mangrove juga memiliki sistem
perakaran yang unik dan khas agar dapat hidup di lingkungan yang berlumpur
anoksik (Hogart, 1999). Perakaran mangrove secara fisiologis merupakan
adapitasi terhadap lingkungan air laut. Scholander dalam Tomlinson (1994)
menyatakan bahwa proses pemisahan garam seharusnya terjadi pada ujung akar dan
dibantu oleh proses fisiknya. Tomlinson memberikan contoh ultrafiltration yang
terjadi ada Aegieras dan Avicennia dimana proses ini menolak 90% pada akar dan
meningkat menjadi 97% pada lingkungan yang salinitasnya semakin tinggi.
Bentuk adaptasi lainnya adalah
struktur daun yang meiliki kelenjar garam atau salt gland, bagian atas daun
Avicennia, Ceriops dan aegiceras terasa asin jika dijilat dan terkadang
memperlihatkan kristal-kristal garam dan bagian bawah daun Avicennia tertutup
oleh bulu-bulu untuk membantu sekresi air asin dari permukaan daun (Osborne dan
Berjak, 1997 dalam Hogart,1999). Tomlinson (1994) menambahkan bahwa proses
pengeluaran garam juga dilakukan oleh semua jenis mangrove dengan cara
menggugurkan daunnya.
Sistem Perakaran
Daerah yang menjadi tempat tumbuh
mangrove menjadi anaerob (tak ada udara) ketika digenangi air.
Beberapa spesies mangrove mengembangkan sistem perakaran khusus yang dikenal
sebagai akar udara (aerial roots), yang sangat cocok untuk kondisi tanah
yang anaerob. Akar udara ini dapat berupa akar tunjang, akar napas, akar
lutut dan akar papan. Akar napas dan akar tunjang yang muda berisi zat hijau
daun (klorofil) di bawah lapisan kulit akar (epidermis) dan mampu untuk
berfotosintesis. Akar udara memiliki fungsi untuk pertukaran gas dan menyimpan
udara selama akar terendam.
Buah
Semua spesies
mangrove menghasilkan buah yang biasanya disebarkan oleh air. Buah yang
dihasilkan oleh spesies mangrove memiliki bentuk silindris, bola, kacang,
dan lain-lain. Rhizophoraceae (Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, dan Kandelia)
memiliki buah silindris (serupa tongkat) yang dikenal sebagai
tipe vivipari. Buah semacam ini dikenal sebagai tipe
buah vivipari. Biji Rhizophoraceae telah berkecambah sejak biji masih
berada di dalam buah dan hipokotilnya telah mencuat ke luar pada saat buah masih
bergelantung di pohon induk.
Avicennia (buah berbentuk seperti
kacang), Aegiceras (buah silindris) dan Nypa membentuk tipe buah yang
dikenal sebagaikriptovivipari, dimana biji telah berkecambah tetapi tetap
terlindungi oleh kulit buah (perikarp) sebelum lepas dari pohon induk.
Sonneratia dan Xylocarpus memiliki buah berbentuk bola yang berisi biji yang
normal. Buah dari berbagai jenis lainnya berbentuk kapsul atau seperti kapsul
yang berisi biji normal.
Kelenjar Garam
Beberapa spesies mangrove dapat menyesuaikan
diri terhadap kadar garam tinggi, yaitu antara lain dengan cara membentuk
kelenjar garam (salt glands) yang berfungsi untuk membuang kelebihan garam.
Avicennia, Aegiceras, Acanthus, dan Aegialitis mengatur keseimbangan kadar
garam dengan mengeluarkan garam dari kelenjar garam (Tomlinson, 1986). Kelenjar
garam banyak ditemukan pada bagian permukaan daun, sehingga kadang-kadang pada
permukaan daun sering terlihat kristal-kristal garam.
Spesies lainnya, Rhizophora ,
Bruguiera, Ceriops, Sonneratia dan Lumnitzera mengatur keseimbangan garam
dengan cara yang lain yaitu dengan menggugurkan daun tua yang berisi akumulasi
garam atau dengan melakukan tekanan osmosis pada akar. Meskipun demikian secara
detil hal ini belum terungkap dengan jelas.
V.
Identifikasi Mangrove
VI.
Reproduksi Mangrove
Adaptasi Mangrove untuk reproduksi
Pembungaan dan polinasi. Polen yang berukuran
kecil dan tidak bertangkai memungkinkan polinasi dengan bantuan angin, serangga
dan burung. Polen bertangkai polinasi dibantu dengan serangga tertentu.
Bunga Sonneratia mekar pada malam hari sehingga polinasi dibantu oleh
serangga yang aktif di malam hari
Produksi propagul. Kebanyakan mangrove di
daerah sub-tropis menghasilkan propagul masak pada musim panas. Sedang pada
daerah tropis mangrove berbunga dan berbuah umumnya pada awal musim kemarau
Vivipari dan kriptovivipari. Vivipari adalah
biji sudah berkecambah ketika masih diatas pohon dan embrio telah keluar dari
pericarp, misalnya pada Rhizopora,Bruguiera,
Ceriops dan Kandelia. Sedangkan Kriptovivipari adalah biji sudah
berkecambah ketika masih diatas pohon (embrio berkembang di dalam buah) tetapi
tidak cukup kuat menembus pericarp
Penyebaran propagul dan pembentukannya.
Propagul pohon-pohon mangrove biasanya memiliki kemampuan mengapung sehingga
dapat beradaptasi dengan penyebaran oleh air. Misal pada Rhizopora, selama
proses vivipari buah memanjang dan distribusi beratnya berubah sehingga menjadi
lebih berat pada bagian ujung bawah serta akhirnya terlepas. Kemudian propagul
ini mengapung di air (atau langsung menancap di substrat ketika air surut),
tumbuh dimulai dari akar yang muncul dari ujung propagul dan bertahap akan
menjadi individu baru.
VII.
Daur Hidup Mangrove
Vivipari adalah perkecambahan dimana embrio keluar dari
perikarp selagi masih menempel pada ranting pohon, kadang-kadang berlangsung
lama pada pohon induknya.
Vivipari terjadi pada :
Ø Bruguiera
Ø Ceriops
Ø Rhizophora
Ø Kandelia
Ø Nypa
Kriptovivivari adalah perkecambahan dimana embrio berkembang
dalam buah, tapi tidak mencukupi untuk keluar dari pericarp.
Kriptovivipari terjadi pada :
Ø Aegialitis
Ø Acanthus
Ø Avicennia
Ø Laguncularia
Ø Pelliciera
Viviparitas ini merupakan mekanisme
adaptasi terhadap beberapa aspek lingkungan, diantaranya bertujuan untuk
mempercepat perakaran, pengaturan kadar garam, keseimbangan ion, perkembangan
daya apung dan memperpanjang waktu memperoleh nutrisi dari induk.
Gambar Daur Hidup Mangrove
VIII.
Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove
Hutan
mangrove memiliki fungsi dan manfaat yang sangat penting bagi ekosistem hutan,
air dan alam sekitarnya. Secara fisik hutan mangrove berfungsi dan bermanfaat
sebagai : penahan abrasi pantai; penahan intrusi (peresapan) air laut; penahan
angin; menurunkan kandungan gas karbon dioksida (CO2) di udara, dan bahan-bahan
pencemar di perairan rawa pantai. Secara Biologi hutan mangrove berfungsi dan
bermanfaat sebagai : tempat hidup (berlindung, mencari makan, pemijahan dan
asuhan) biota laut seperti ikan dan udang); sumber bahan organik sebagai sumber
pakan konsumen pertama (pakan cacing, kepiting dan golongan kerang/keong), yang
selanjutnya menjadi sumber makanan bagi konsumen di atasnya dalam siklus rantai
makanan dalam suatu ekosistem; tempat hidup berbagai satwa liar, seperti
monyet, buaya muara, biawak dan burung.
Dilihat dari
fungsi dan manfaat sosial dan ekonomi, hutan mangrove juga berfungsi dan
bermanfaat sebagai : tempat kegiatan wisata alam (rekreasi, pendidikan dan
penelitian); penghasil kayu untuk kayu bangunan, kayu bakar, arang dan bahan
baku kertas, serta daun nipah untuk pembuatan atap rumah; penghasil tannin
untuk pembuatan tinta, plastik, lem, pengawet net dan penyamakan kulit;
penghasil bahan pangan (ikan/udang/kepiting, dan gula nira nipah), dan
obat-obatan (daun Bruguiera sexangula untuk obat penghambat tumor, Ceriops tagal dan Xylocarpus mollucensis untuk obat sakit gigi, dan lain-lain);
tempat sumber mata pencaharian masyarakat nelayan tangkap dan petambak., dan
pengrajin atap dan gula nipah.
Sedangkan menurut Davis,
Claridge dan Natarina (1995), hutan mangrove memiliki fungsi dan manfaat
sebagai berikut :
1. Habitat satwa langka
Hutan bakau sering menjadi habitat jenis-jenis satwa. Lebih dari 100 jenis
burung hidup disini, dan daratan lumpur yang luas berbatasan dengan hutan bakau
merupakan tempat mendaratnya ribuan burug pantai ringan migran, termasuk jenis
burung langka Blekok Asia (Limnodrumus semipalmatus)
2. Pelindung terhadap bencana
alam
Vegetasi hutan bakau dapat melindungi bangunan, tanaman pertanian atau vegetasi
alami dari kerusakan akibat badai atau angin yang bermuatan garam melalui proses
filtrasi.
3. Pengendapan lumpur
Sifat fisik tanaman pada hutan bakau membantu proses pengendapan lumpur.
Pengendapan lumpur berhubungan erat dengan penghilangan racun dan unsur hara
air, karena bahan-bahan tersebut seringkali terikat pada partikel lumpur.
Dengan hutan bakau, kualitas air laut terjaga dari endapan lumpur erosi.
4. Penambah unsur hara
Sifat fisik hutan bakau cenderung memperlambat aliran air dan terjadi
pengendapan. Seiring dengan proses pengendapan ini terjadi unsur hara yang
berasal dari berbagai sumber, termasuk pencucian dari areal pertanian.
5. Penambat racun
Banyak racun yang memasuki ekosistem perairan dalam keadaan terikat pada
permukaan lumpur atau terdapat di antara kisi-kisi molekul partikel tanah air.
Beberapa spesies tertentu dalam hutan bakau bahkan membantu proses penambatan
racun secara aktif
6. Transportasi
Pada beberapa hutan mangrove, transportasi melalui air merupakan cara yang
paling efisien dan paling sesuai dengan lingkungan.
7. Sumber plasma nutfah
Plasma nutfah dari kehidupan liar sangat besar manfaatnya baik bagi perbaikan
jenis-jenis satwa komersial maupun untukmemelihara populasi kehidupan liar itu
sendiri.
8. Rekreasi dan pariwisata
Hutan bakau memiliki nilai estetika, baik dari faktor alamnya maupun dari kehidupan
yang ada di dalamnya. Hutan mangrove memberikan obyek wisata yang berbeda
dengan obyek wisata alam lainnya. Karakteristik hutannya yang berada di
peralihan antara darat dan laut memiliki keunikan dalam beberapa hal. Para
wisatawan juga memperoleh pelajaran tentang lingkungan langsung dari alam.
Kegiatan wisata ini di samping memberikan pendapatan langsung bagi pengelola
melalui penjualan tiket masuk dan parkir, juga mampu menumbuhkan perekonomian
masyarakat di sekitarnya dengan menyediakan lapangan kerja dan kesempatan
berusaha, seperti membuka warung makan, menyewakan perahu, dan menjadi pemandu
wisata.
9. Sarana pendidikan dan
penelitian
Upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan laboratorium
lapang yang baik untuk kegiatan penelitian dan pendidikan.
10. Memelihara proses-proses dan
sistem alami
Hutan bakau sangat tinggi peranannya dalam mendukung berlangsungnya
proses-proses ekologi, geomorfologi, atau geologi di dalamnya.
11. Penyerapan karbon
Proses fotosentesis mengubah karbon anorganik (C02) menjadi karbon organik
dalam bentuk bahan vegetasi. Pada sebagian besar ekosistem, bahan ini membusuk
dan melepaskan karbon kembali ke atmosfer sebagai (C02). Akan tetapi hutan
bakau justru mengandung sejumlah besar bahan organik yang tidak membusuk.
Karena itu, hutan bakau lebih berfungsi sebagai penyerap karbon dibandingkan
dengan sumber karbon.
12. Memelihara iklim mikro
Evapotranspirasi hutan bakau mampu menjaga ketembaban dan curah hujan kawasan
tersebut, sehingga keseimbangan iklim mikro terjaga.
13. Mencegah berkembangnya tanah
sulfat masam
Keberadaan hutan bakau dapat mencegah teroksidasinya lapisan pirit dan
menghalangi berkembangnya kondisi alam.
DAFTAR PUSTAKA
Aksornkoae, S. 1993. Ecology and
Management of Mangrove. IUCN. Bangkok. Thailand. 176 hal
Bengen, D.G. 1999. Pedoman
Teknis Pengenalan dan. Pengelolaan Ekosistem Mangrove. PKSDL-IPB:Bogor.
Chapman, V.J.C. 1984. Mangrove
Biogeography dalm F.D. Poor dan Inka Dor (Eds). Hydrobiology of Mangal. W. Junk
Publisher. Boston
Dahuri,R.J J.RaisJ S.P. GintingJ
dan M.J.Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir
dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita, Jakarta
Hogart, P . J. 1999. The Biology
of Mangroves. Oxford University Press, Inc. New York. 228 hal
Ilmukelautan.com
Kennish, M.J. 1990. Ecology of
Estuaries. Biological Aspect. Vol. II Crc Press Inc. USA
Kitamura, S., C. Anwar, A.
Chaniago dan S. Baba. 1997. Handbook of Mangrove in Indonesia. Bali and Lombok.
JICA/ISME.Denpasar. 119 hal
Macnae, W. 1968. A General
Account of The Fauna and Flora of Mangrove Swamps ang Forest in Indo-West
Pasific Region. Adv. Marine Biology. 6: 73-270
Nybakken, James and Bertness,
Mark, 1988. Marine Biology: An Ecological Approach, Sixth Edition
Rusila Noor, Y., M. Khazali dan
I N. N. Suryadiputra.1999. apanduan Pengenalan Mangrove di Indonesia.
PKA/WI-IP.Bogor. 220 hal
Rusila Noor, Y., M. Khazali, dan
I N.N. Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia.
PHKA/WI-IP, Bogor.
The Botany
Of Mangroves by P. B. Tomlinson ISBN Number: 052146675X,
9780521466752, 978-0521466752.
Tomlinson, P. B. 1994. The
Botany of Mangrove. Cambridge Universiy Press. UK. 419 hal
Wikipedia.org