1.
Interaksi
Logam-Mikrobial
Terdapat
tiga proses microbial utama yang mempengaruhi pengangkutan logam di lingkungan:
1) Degradasi
bahan-bahan organic menjadi senyawa yang bobot molekulnya lebih rendah, yang
lebih mampu untuk membentuk senyawa dengan ion-ion logam
2) Perubahan
sifat lingkungan dan bentuk kimia logam oleh kegiatan metabolic, sebagai contoh
oksidasi-reduksi dan keadaan pH
3) Perubahan
senyawa anorganik menjadi bentuk organologam dengan cara proses oksidatif dan
reduktif (Forstner, 1979). Mekanisme ini melibatkan metilasi sejumlah unsur
oleh bakteri, sebagai contoh As, Hg, Pb, Se, dan Sn, di mana metilkobalamin
muncul sebagai zat pembentuk metal secara biologis yang utama.
2.
Proses
Pengambilan
Pengambilan
awal logam oleh makhluk hidup air dapat dianggap dalam 3 proses utama:
1) Dari
air melalui pernapasan (misalnya : insang)
2) Penyerapan
dari air ke permukaan tubuh
3) Dari
makanan, partikel dan air yang dicerna melalui system pencernaan
Mekanisme
yang terlibat dalam proses pengambilan logam dapat disimpulkan dalam Tabel 1.
untuk beberapa kelompok taksonomi mahkluk hidup yang utama.
Tabel
1. Proses Pengambilan Logam dalam Makhluk Hidup Perairan
Kelas Makhluk Hidup
|
Sumber
|
Prose/ Mekanisme
|
Pustaka
|
|
Autotrofik
|
|
Fitoplankton
|
Air
|
Proses pertukaran ion
yang meliputi molekul organik seperti protein: Penyerapan yang cepat pada
permukaan sel, dan penyerapan pada tempat pertukaran ion dalam sel, misal Za
di dalam diatom, Phaeodactylum tricornutum
|
Bryan (1976) ; Davies
(1973)
|
Makro Alga
|
Air
|
Penyerapan atau proses
pertukaran ion yang melibatkan protein sel dan polisakarida, misalnya:
alginat dalam dinding sel ganggang laut; Zn dalam alga coklat, Laminaria
digitata
|
Gutnecht (1965) ;
Bryan (1969)
|
Sedimen
|
penyerapan logam dari
interstiti atau pori melalui sistem perakaran; pertama masuk ke dalam ruang
bebas akar mungkin pasif melalui arus besar dari air sedimen/tanah. Jika
penyerapan sama dengan kecepatan arus besar, kemudian pengambilan awal ada
ruang bebas merupakan sebuah fungsi kecepatan transpirasi. Namun, jika
penyerapan lebih cepat dari kecepatan arus besar, maka sebuah ruang kosong
terbentuk di sekitar akar dan tingkat kepekatan yang kemudian menyebabkan
difusi logam dari tanahke akar. Kelat-kelat bobot molekulnya rendah penting
dalam proses ini.
|
Hughes, dkk (1980)
|
|
Heterotrofik
|
|
Pemangsa bersaring
(moluska bivalvia dan tunikat)
|
Air
|
Penyerapan logam dari
lembaran mukus pada mekanisme pemakan siliaria: Penyerapan logam oleh alat
pelengkap ke mukus dapat meningkatkan difusi melalui permukaan tubuh atau
penyerapan dapat terjadi jika mukus melewati sistem pencernaan, misal : dalam
ascidian.
|
Pentreath (1973) ;
Kalk (1973)
|
Makanan
|
Dalam moluska,
misalnya kerang, logam terutama didapat dari partikel yang dicerna
dibandingkan dengan larutan.
|
Kurtis, dkk (1975) ;
Bryan (1976)
|
Polichaeta
|
Air
|
Proses penyerapan yang
melibatkan difusi melalui permukaan tubuh luar: di dalam polichaeta yang
membuat lubang, Neris diversicolor, kecepatan penyerapan Zn sesuai
dengan tingkat penyerapan pada permukaan tubuh daripada dengan kepekatan
luar.
|
Bryan dan Hummerstone
(1973)
|
Krustacea
|
Air
|
penyerapan pada
permukaan tubuh , misalnya kulit ari, diikuti dengan difusi melalui
permukaan, misal epitelium insang, mungkin dilekatkan pada ligan organik dan
diikatkan pada protein dalam
|
Bryan 1970)
|
Makanan
|
Pada krustacea yang
lebih besar, misal udang karang penyerapan dari makanan melalui perut atau
sistem pencernaan muncul lebih penting. Penyerapan dari larutan tampak paling
penting bagi udang dan isopoda-isopoda laut.
|
|
Ikan
|
Air
|
Proses penyerapan
mirip pada crustacea yang lebih besar, Pentreath menyatakan bahwa logam
jarang diserap insang melalui sebuah proses pasif, karena tingkat kepekatan
yang sesuai mungkin dicapai oleh penyerapan logam pada mukus yang menutupi
insang dan akumulasi brief levels di dalam jaringan insang.
|
Pentreath (1973) ;
Bryan (1976)
|
Makanan
|
Penyerapan dari
makanan yang dicerna lebih penting
|
Pentreath (1973 ;
Renfro, dkk (1975)
|
Dalam
kasus makhluk hidup foto- dan kemoautotrof, pengambilan logam terjadi langsung
dari larutan atau dari tanaman tingkat tinggi melalui akar. Fitoplankton
sebagai contoh, tampaknya cepat menyerap logam pada permukaan sel, dari tempat
mereka berdifusi ke dalam membrane sel dan diserap atau diikat pada protein
(tempat pertukaran ion) di dalam sel (Davies, 1973). Pada umumnya, Bryan (1976)
memperlihatkan bahwapengambilan logam berat oleh tumbuhan air menjadi proses
pasif yang dapat dipengaruhi secara tidak langsung oleh metabolism. Namun
beberapa jenis kemoautotrof, sebagai contoh, yaitu yang aktif dalam pembentukan
cairan buangantambang yang asam, dapat memetabolisasi logam langsung dari
senyawa anorganik seperti sulfide logam (Prosi, 1979)
Pada
makhluk hidup heterotrofik cara pemasukan logam labih besar daripada makhluk
hidup autotrofik dan sangat beragam menurut jenisnya. Penyerapan dari larutan
oleh sebagian besar hewan terjadi dengan difusi pasif, kemungkina sebagai
senyawa logam yang larut melalui tahapan yang disebabkan oleh penyerapan pada
permukaan tubuh dan pengikatan oleh unsure pokok tubuh (Bryan, 1976). Kecepatan
penyerapan dipengaruhi oleh perubahan dalam factor fisika-kimiawi (suhu, pH,
kadar garam) dan cirri-ciri fisiologi dan perilaku makhluk hidup tersebut.
Untuk beberapa logam, kecepatan penyerapan secara langsung sesuai dengan
tingkatan ketersediaannya di lingkungan (Bryan, 1979).
Perbandingan
pengambilan logam dari sumber makanan
dengan penyerapan langsung dari larutan merupakan kepentingan mendasar bagi
makhluk hidup heterotrofik. Kejadiannya sangat terbatas tetapi menunjukkan
bahwa makanan dan partikulat merupakan sumber yang lebih penting bagi logam
daripada air untuk hewan besar seperti, ikan, udang (Bryan, 1976 ; 1979). Di
dalam lingkungan perairan yang tercemar kesukaan terhadap bahan makanan atau
kebiasaan makan sangat penting disebabkan oleh penambahan logam di dalam
sedimen, particular dan detritus. Prosi (1979) menyarankan bahwa kebiasaaan
makan beriktu ini harus dipertimbangkan dalam hubungannya dengan kepekatan
logam :
1) Fitofage
(misalnya: gastropoda, krustasea)
2) Makan
dengan cara menyaring (misalnya : zooplankton, remis, lokan)
3) Pemakan
sedimen (misalnya : poli- dan oligochaeta)
4) Pemakan
detritus (misalnya : grastropoda, isopoda, amfipoda, larva choronomid)
5) Karnivora
(misalnya: zooplankton, polochaeta, gastropoda, cephalopoda, krustace, larva seranggan
air tawar, ikan)
3.
Ekskresi
Dan Pengaturan
Walaupun
makhluk hidup air mudah menyerap logam adalah merupakan kemampuan mereka
mengatur kepekatan abnormal yang menentukan toleransi dan merupakan sebuah
factor penentu dalam penyelamatan diri. Beberapa hewan, seperti ikan dan
krustacea, mampu mengeluarkan banyak logam yang terserap secara tidak normal
dan mengakibatkan pengaturan kepekatan dalam tubuh pada tingkat yang paling
normal (Bryan, 1976). Hal ini umumnya lebih sering terjadi pada logam esensial
yang relative banyak jumlahnya., seperti Cu, Zn, dan Fe daripada logam
nonesensial seperti Hg dan Cd. Pengaturan atau ekskresi terjadi melalui insang,
usus, kotoran dan urin.
Namun
demikian, terdapat batas teratas jumlah logam yang dapat diekskresikan oleh
hewan tersebut diatas, jika terjadi akumulasi dalam jaringan tubuh (Bryan,
1976). Dengan jalan ini, perbedaan kepekatan logam dapat jelas terlihat pada
spesies tunggal yang diambil dari air yang sama-sama tercemar. Sebagai contoh,
Johnels, dkk (1967) menemukan bahwa kepekatan merkuri dalam jaringan otot pada Swedish pike meningkat sesuai dengan
ukuran atau umur ikan tersebut tetapi ini tidak terjadi pada ikan dari air yang
relative tidak tercemar. Penelitian ini dan penelitian lainnya yang hamper
sama, menunjukkan bahwa ambang kontak terjadi jika terdapat akumulasi logam.
Tumbuh-tumbuhan
air dan bivalvia merupakan pengatur logam yang relative lemah, khususnya jenis
nonesensial. Pengurangan dapat terjadi melalui difusi pada tumbuhan-tumbuhan
air, atau difusi dan beberapa mekanisme lainnya pada moluska. Ini meliputi
ekskresi sebagai granula dari ginjal pada remis, lapisan yang menonjol (spheres
pinched off) dari sel-sel pencernaan pada Cardium
edule, dan bentuk partikulat dari ujung kerang oysters (Bryan, 1976).
Pada
umumnya, kurva pengurangan terdiri dari 2 bagian, cepat dan lambat, dengan
waktu paruh yang berbeda. Bagian lambat dianggap mempunyai nilai yang lebih
mewakili dan kurang dipengaruhi oleh cara pemasukan Bryan, 1976). Pembatasan
penggunaan isotop logam untuk menduga laju pengurangan logam stabil dari
jaringan yang telah dibicarakan oleh Bryan, 1976. Pada beberapa hewan yang
tercemar, laju pengurangan lebih cepat atau lebih lambat dibandingkan dengan
yang diduga dari kecepatan isotopic.
4.
Toleransi
Terhadap Logam Dan Biotransformasi
Banyak
makhluk hidup yang tercemar mampu untuk mentolerir kepekatan logam yang lebih
dari kebutuhan fisiologis yang sudah diketahui, dan pada beberapa keadaan,
terjadi tingkatan maka enzim penghambat akan bekerja. Makhluk hidup yang
toleran terhadap logam mungkin mengandung logam dengan kepekatan dua atau tiga
kali lebih besar daripada normal.
Mekanisme
detoksifikasi dapat melibatkan penyimpanan logam pada tempat yang tidak aktif
di dalam makhluk hidup untuk sementara atau lebih permanen. Penyimpana
sementara umunya terikatnya logam pada protein, polisakarida, dan asam amino di
dalam jaringan lunak atau cairan tubuh. Metallotionin, secara efektif menyimpan
Kadmium di jaringan hati dan ginjal. Tempat penyimpanan seperti: tulang, bulu,
rambut atau rangka luar menjadi alat-alat berguna untuk pengurangan beberapa
logam (misalnya PB, Cd dan Hg).
Perubahan
bentuk secara kimiawi dan penggabungan juga penting tetapi tidak begitu
dipahami. Pengambilan metilmerkuri tampaknya didetoksifikasi sampai tingkatan
tertentu oleh demetilasi dan disimpan dalam jaringan sebagai bentuk anorganik
yang kurang toksik. Banyak makhluk hidup yang mingkin mampu mengubah selenium
dan arsen anorganik menjadi bentuk organic yang kurang toksik (Wood, 1974;
Forstner, 1979). Hubungan yang kuat antara kepekatan merkuri dan selenium pada
banyak hewan bertulang belakang mengarah pada anggapan bahwa selenium dapat
menghambat kegiatan toksik merkuri (Forstner, 1979).
5.
Bioakumulasi
Kemampuan
yang luas pada makhluk hidup air untuk mengakumulasi logam yang esensial maupun
yang tidak esensial secara biologis, sudah terbentuk dengan baik. Sebagai
contoh Jenkins (1980) telah menunjukan data biokonsentrasi dan bioakumulasi
beberapa logam di dalam tumbuhan dan hewan. Faktor kepekatan untuk beberapa
jenis makhluk air beranah antara 102 dan 106 (Wright,
1978; Phillips, 1980). Callahan, dkk (1979) berkesimpulan dalam suatu tinjauan
pencemaran yang diutamakan, bahwa bioakumulasi merupakan proses yang menentukan
keberadaan logam tertentu di dalam biota. Ini adalah As, Cd, Cr, Cu, Pb, Hg,
dan Zn tetapi tidak Sb dan Ni, dan pada bebrapa kasus kedudukan Be, Se, Ag, dan
Ti tidak tentu. Hal yang cukup menarik dalam memilih makhluk hidup penunjuk
biologis untuk pengelolaan pencemaran logam menyediakan banyak ransangan untuk
penelitian bioakumulasi (Phillips, 1980).
Pertimbangan
perbedaan inter- dan intraspesies nyata dalam kapasitas bioakumulasi logam
secara individual, dan logam yang berbeda menunjukan keragaman kinetika pada
setiap spesies. Sebagai tambahan, bentuk kimiawi yang berbeda dari setiap logam
mungkin diserap dan diekskresikan dengan perbedaan kecepatan yang luas
(Phillips, 1980). Rumitnya factor-faktor seperti umur (ukuran, berat),
keragaman musim dan penyimpanan lemak yang bekerja pada akumulasi logam jarang
telah dibahas oleh Phillips (1980).
Pada
umumnya, jumlah relative logam esensial dalam makhluk hidup menggambarkan
tingkat yang perlu untuk menjaga fungsi biokimiawi sebagai contoh, system enzim
(Bryan dan Hummerstone, 1973). Pada saat pengambilan logam esensial melebihi
tingkat ini, mekanoisme homeostatis mengendalikan tingkatan kandungan di dalam
tubuh dan penyebaran jaringan. Sebagai contoh dalam berbagai macam krustacea
decaposa, kandungan Zn dan Cu total dalam tubuh diatur oleh batas-batas
tertentu, factor kepekatan penghambat untuk kedua logam sekitar 104
(Phillips, 1977). Namun, dengan logam esensial dan nonesensial, jika
pengambilan berlebihan, mekanisme homeostatis dihambat dan dimulai bioakumulasi
karena laju pengambilan melampaui laju pengurangan.
6.
Perpindahan
Rantai Makanan Dan Biomagnifikasi
Banyak
penelitian beranggapan bahwa biomagnifikasi logam pada pokonya adalah dengan
cara yanga analaog dengan perilaku DDT di dalam rantai makanan. Namun, Prosi
(1979) berkesimpulan bahwa penambahan logam pada rantai makanan perairan tidak
terjadi dan mekanisme biomagnifikasi dirumitkan oleh penyederhanaan. Pada
umumunya ada kecenderungan untuk mengabaikan beberapa factor penentu yang
berhubungan dengan factor pengambilan dan akumulasi logam oleh makhluk hidup
perairan Prosi (1979). Ini adalah
sebagai berikut:
1) Ketersediaan
logam secara biologis untuk hewan pada tingkat trofik yang lebih tinggi, pada
umumnya lebih ditentukan oleh perpindahan dari air dibandingkan dari makanan.
2) Makhluk
hidup pemangsa bersaring diketahui mengakumulasi logam di dalam jaringannya
dengan tingkat kandungan yang tinggi, tetapi memindahkan hanya sebagian kecil
saja pada makhluk predator.
3) Sedimen
dan detritus biasanya mengandung kepekatan logam tertinggi di dalam system yang
tercemar dan hewan pemangsa sedimen dan detritus cenderung untuk mengakumulasi
logam dalam kepekatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan hewan pada tingkat
trofik yang lebih tinggi.
4) Jangka
wajtu hidup hewan pada trofik yang lebih tinggi biasanya lebih besar dari pada
makhluk hidap pada tingkat yang lebih rendah. Dengan demikian, penambahan yang
menyangkut tentang umur dapat merupakan factor yang nyata yang mempengaruhi
tingkat penambahan logam pada tingkat logam yang lebih tinggi.
5) Terjadi
suatu pemilihan atas dasar kesukaan terhadap pengambialan dan pengeluaran
berbagai logam bentuk yang berbeda.
Satu
pengecualian untuk penelitian ini adalah merkuri. Kepekatan merkuri dalam
spesies perairan sangat berhubungan dengan kedudukannya dalam rantai makanan
(Ratkowsky dkk, 1975),khususnya jika bergerak dari herbivira ke predator
besar(Bryan, 1979). Young dkk (1980) tidak menemukan adanya biomagnifikasi pada
Ag, Cd, Cr, Cu, Fe, Mn, Mi, Pb, dan Zn pada beberapa ekosistem perairan di
selatan California, tetapi merkuri, khususnya dalam bentuk organic, pada umunya
meningkat sesuai dengan tingkat trofik. Perbandingan antara Cesium dan Kalium
di dalam makhluk hidup digunakan untuk menunjukan keadaan trofik makhluk hidup
di dalam ekosistem tersebut.
Kepekatan
merkuri yang tinggi yang diteliti pada beberapa spesies finfish secara
individual dapat lebih merupakan fungsi waktu seperti tingakat trofik. Hubungan
positif yang kuat terbentuk antara kepekatan merkuri dengan ukuran tubuh
(berat) pada beberapa ikan-ikan predator besar (Walker, 1976; Mackay dkk, 1975;
Phillips, 1989). Bryan (1979) beranggapan bahwa baik kedudukan trofik maupun ukuran
(umur) merupakan factor penting yang menentukan tingkat kandungan merkuri pada
beberapa spesies ikan dan anjing laut. Juga kepekatan logam pada burung dari
bermacam muara di Selandia Baru tidak menggambarkan tingkat pencemaran dan
perbedaan yang disebabkan pemasukkan makanan (Turner, 1978).
DAFTAR PUSTAKA
Bryan, G.W. 1976. Heavy metal
contamination in the sea. In: Johnston, R. (Ed.). Marine pollution. Academic,
London. 215-220.
Bryan, G. W. 1979. Bioaccumulation of marine pollutants. Phil. Trans. R. Soc. Lond. B 286: 483-505.
Bryan, G.W. (1969) The absorption of zinc and other metals by
the brown seaweed Laminaria digitata. Journal of the Marine Biological
Association of the UK 49, 225.
Conell D. W. dan G. J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi
Pencemaran. (terjemahan). Universitas Indonesia: Jakarta.
Gutknecht, J. 1965. Uptake and retention of
cesium-137 and zinc-65 by seaweeds. Limnol. Ocean. 10:58-66.
Kalk, M. (1963) Absorption of
vanadium by tunicatcs. Nature. 198, 1010-1011.
Pentreath, R.J., 1973. The accumulation and
retention of 65Zn and 54Mn by the plaice, Pleuronectes platessa L. J. Exp. Mar.
Biol. Ecol. 12, 1–18.
Phillips D. J. H.
1977. The use of biological indicator organisms to monitor trace metal
pollution in marine and estuarine environments. Environmental Pollution (13):
281-317.
Phillips D. J. H.
1980. Quantitative aquatic biological indicators. Applied Science Publishers:
London
Wood J.
M. 1974. Biological
cycles for toxic elements in the environment. Science 183(129):1049–1052.